SULUT, PELOPORBERITA.ID — Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara kembali disorot publik setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya ketidaksesuaian dalam pengelolaan anggaran Belanja Jasa Iklan/Reklame, Film, dan Pemotretan pada APBD Tahun Anggaran 2024.
Dari total anggaran sebesar Rp21,78 miliar, telah direalisasikan Rp21,75 miliar atau 99,85 persen.
Angka ini sebagian besar dikelola oleh Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik Daerah (DKIPSD) dengan nilai mencapai Rp18,69 miliar.
Namun, yang menjadi sorotan adalah proses kerja sama dengan penyedia jasa publikasi yang dinilai asal tunjuk dan tanpa pedoman teknis yang memadai.
Dalam laporan hasil pemeriksaan, PPK DKIPSD disebut tidak menyusun spesifikasi teknis pada tahapan persiapan katalog elektronik (e-katalog), sehingga pemilihan penyedia hanya berdasarkan pengajuan kerja sama tanpa landasan yang jelas.
Akibatnya, produk yang digunakan memiliki spesifikasi berbeda-beda dan tidak terstandarisasi, membuka celah ketidakefisienan dan potensi pemborosan anggaran.
Rolly Wenas, Ketua LSM INAKOR Sulut, menilai kondisi ini sebagai bentuk kelalaian serius yang mencoreng prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
“PPK tersebut seolah-olah bekerja tanpa pedoman, padahal anggaran yang digunakan berasal dari uang rakyat.
Ini bukan hanya soal teknis, tapi soal tanggung jawab publik yang diabaikan,” tegas Wenas kepada media ini. (18/6/25)
BPK juga menyoroti bahwa nilai paket kerja sama hanya ditentukan berdasarkan jenis media, tanpa memperhatikan substansi pesan, jangkauan media, serta efektivitas publikasi kepada masyarakat.
Praktik ini jelas bertentangan dengan sejumlah regulasi, antara lain:
• PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
• Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo. Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa
• PermenPAN-RB Nomor 55 Tahun 2011 tentang Hubungan Media Pemerintah
• Permenkominfo Nomor 4 Tahun 2024
Meski regulasi telah mengatur secara rinci tata kelola kerja sama media dan publikasi, namun kenyataannya Pemerintah Provinsi Sulut belum memiliki pedoman atau aturan teknis sebagai acuan pelaksanaan kerja sama tersebut.
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa proyek publikasi yang menelan belanja hingga puluhan miliar ini berjalan tanpa perencanaan matang dan minim kontrol internal, sebagaimana diamanatkan dalam aturan perundang-undangan.
Rolly Wenas mendesak agar Gubernur Sulawesi Utara turun tangan dan mengevaluasi total sistem kerja sama media yang berjalan saat ini, serta memerintahkan penyusunan pedoman teknis yang sesuai aturan hukum agar praktik serupa tidak terulang.
“Jangan sampai publik menilai bahwa proyek ini hanyalah ‘bancakan terselubung’ di balik nama besar media massa. Kami akan kawal ini sampai tuntas,” tutup Wenas.
Upaya konfirmasi media ini kepada kepala DKIPSD Sulut melalui pesan WhatsApp sampai saat ini masih centang satu, sehingga berita ini diturunkan, karena belum ada klarifikasi resmi terkait temuan BPK tersebut. Adapun Redaksi masih akan tetap menunggu tanggapan resmi dari Kepala DKISP untuk pemberitaan lanjutan. (IOP)