Manado — peloporberita.id — Gonjang-ganjing kepemimpinan di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) semakin memanas, terutama terkait dengan posisi Fakultas Kedokteran yang dinilai hanya menjadi “sapi perah” bagi pihak rektorat.
Sejumlah dosen Fakultas Kedokteran mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap kepemimpinan Rektor Unsrat yang dianggap tidak berpihak pada Fakultas Kedokteran yang merupakan penyumbang PNBP terbesar di Unsrat tapi, dianaktirikan.
Kok bisa fakultas yang penyumbang pemasukan tertinggi di Universitas, dianaktirikan?
Kekecewaan ini semakin mencuat setelah pergantian Wakil Rektor (Warek) 4, di mana Dr. Billy Kepel yang berasal dari Fakultas Kedokteran digantikan dan diturunkan sebagai Dekan, padahal jabatan WR4nya belum berjalan lama.
Ia kemudian digantikan oleh Steeny Walla dari Fakultas Teknik.
Pergantian ini dianggap sebagai keputusan kontroversial yang memunculkan spekulasi adanya agenda besar dari pihak rektorat.
Ironisnya, sebelum menjabat sebagai Warek 4, Billy Kepel sebelumnya sempat mencalonkan diri sebagai Dekan Fakultas Kedokteran pada 2023.
Namun, pencalonannya dicoret dengan alasan yang tidak jelas, dengan janji akan diberikan posisi sebagai Warek.
Kini, setelah menjabat sebagai Warek 4, ia justru diminta kembali ke Fakultas Kedokteran sebagai Dekan.
Hal ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai pola kepemimpinan yang diterapkan oleh Rektor Unsrat.
Di tengah polemik jabatan, dosen-dosen Fakultas Kedokteran mengungkapkan kekecewaan lebih dalam terhadap manajemen Unsrat.
Mereka menyoroti minimnya keterwakilan Fakultas Kedokteran dalam struktur organisasi Unsrat.
Saat ini, hanya ada satu perwakilan dari Fakultas Kedokteran dalam jajaran pimpinan universitas, meskipun fakultas ini merupakan salah satu yang terbesar dan paling berkontribusi terhadap pemasukan kampus.
“Kami merasa dianaktirikan. Seolah-olah Fakultas Kedokteran hanya dijadikan sumber pemasukan, tetapi tidak diberi perhatian dalam kebijakan akademik maupun pengembangan fasilitas,” ungkap salah satu dosen yang enggan disebutkan namanya.
Lebih lanjut, para dosen juga mengkritik minimnya fasilitas pendukung di Fakultas Kedokteran.
Keterbatasan fasilitas ini tidak hanya berdampak pada kenyamanan dosen dalam mengajar, tetapi juga berpengaruh langsung terhadap kualitas pendidikan mahasiswa.
Berikut beberapa masalah yang disebutkan sember, antara lain:
• Fasilitas audiovisual tidak lengkap di banyak ruang kelas, membuat proses pembelajaran tidak maksimal.
• Toilet di berbagai gedung tidak layak digunakan, dengan kondisi gelap, air tidak mengalir, dan kebersihan yang sangat buruk.
• Laboratorium dan ruang praktikum yang tidak memenuhi standar, sehingga mahasiswa kedokteran kesulitan mendapatkan pengalaman belajar yang memadai.
“Bagaimana mungkin fakultas yang seharusnya menjadi pelopor di bidang kesehatan justru memiliki lingkungan yang jorok dan fasilitas yang tidak layak?” tanya seorang dosen dengan nada kecewa.
Selain kondisi akademik dan fasilitas yang memprihatinkan, Fakultas Kedokteran juga disoroti terkait dugaan pungutan liar (pungli) dalam penerimaan mahasiswa baru.
Menurut informasi dari sumber, ada praktik pembayaran sejumlah uang dalam jumlah fantastis bagi calon mahasiswa yang ingin diterima di Fakultas Kedokteran Unsrat.
“Jumlah pungutan yang disebut-sebut berkisar antara ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Banyak orang tua dari daerah terpencil bahkan harus menjual lahan atau sawah mereka demi memastikan anak mereka bisa diterima di Fakultas Kedokteran.
Banyak yang ingin bersuara tapi minta supaya dilindungi atau perlindungan saksi sehingga anaknya bisa selesai sekolah dan tidak diintimidasi oleh pimpinan.” Ujar sumber
Yang lebih mengejutkan, dalam kasus yang telah ditangani aparat penegak hukum, hanya kurir pungli yang ditangkap, sementara aktor utama masih bebas berkeliaran.
“Sumber internal menyebutkan bahwa Rektor sempat menyangkal keterlibatannya dalam praktik ini ketika diperiksa, meskipun ada indikasi kuat bahwa dana tersebut sampai kepadanya.” Ucap sumber tersebut
Masalah lain yang disorot adalah program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), terutama di bagian Jantung.
Meski syarat akademik tidak terpenuhi dan 11 dosen spesialis Jantung telah mengundurkan diri hampir setahun yang lalu, rektorat tetap mengizinkan penerimaan mahasiswa PPDS.
Dugaan kecurangan muncul karena kepala bagian diduga mencantumkan data dosen yang tidak sesuai dengan kenyataan untuk mengakali persyaratan penerimaan.
Hal ini memicu kekhawatiran mengenai kualitas pendidikan dokter spesialis yang dihasilkan oleh Unsrat.
Sejumlah kebijakan Rektor Unsrat juga telah digugat secara hukum dan mengalami kekalahan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Beberapa putusan PTUN yang menegaskan pelanggaran aturan oleh Rektor Unsrat antara lain:
1. Pemilihan Dekan Fakultas Kedokteran tahun 2023
2 Pemilihan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) tahun 2023
3.Pemilihan Wakil Rektor 3 tahun 2024
Meski telah terbukti melanggar aturan, hingga kini belum ada sanksi yang jelas dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang saat ini mengganti mama Mendikti Saintek, terhadap Rektor Unsrat.
Sementara yang terjadi di universitas lain pelaku pelanggaran langsung diberi sangsi.
Hal ini semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan universitas.
Melihat berbagai permasalahan ini, para dosen, mahasiswa, dan alumni Fakultas Kedokteran Unsrat mulai bersuara lantang.
Sejumlah alumni bahkan telah menggelar pertemuan daring untuk membahas nasib Fakultas Kedokteran yang mereka anggap semakin terpuruk.
Masyarakat Sulawesi Utara pun mulai mempertanyakan kelayakan Rektor Unsrat dalam memimpin universitas.
Banyak yang berharap adanya reformasi dalam kepemimpinan Unsrat, bahkan tak sedikit yang menyerukan agar Rektor segera diganti.
Selain itu, Unsrat kini menjadi langganan pemeriksaan dan audit dari Inspektorat Jenderal Dikti akibat banyaknya laporan dugaan penyimpangan.
“Seandainya Rektor bisa lolos kali ini, belum tentu bisa selamanya.
Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga,” ujar seorang dosen.
Sebagai salah satu universitas terkemuka di Sulawesi Utara, Unsrat seharusnya menjadi panutan dalam dunia pendidikan.
Namun, dengan berbagai polemik yang terjadi, citra universitas ini justru semakin tercoreng.
Pertanyaannya kini, akankah Unsrat kembali menjadi kebanggaan Sulut?
Ataukah akan terus terjerembab dalam kepemimpinan yang amburadul?
Hanya waktu yang akan menjawab. Namun, satu hal yang pasti, suara kritis dari akademisi, mahasiswa, dan alumni tidak bisa lagi diabaikan.
Adapun saat awak media mengonfirmasi humas Unsrat, Mner Philip Regar menyampaikan “Mohon maaf pihak kami tidak ada klarifikasi terkait rilis berita dari sumber yang ada,” ucapnya lewat pesan WhatsApp.
Sementara itu terkait Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) tahun 2023 dan Wakil Rektor 3 tahun 2024,WR3 Dr. Ralfie Pinasang menjelaskan bahwa “tentang soal putusan pengadilan Tata Usaha Negara gugatan dari dr.Theresia Kaunang pada Prof. Nova Kapantouw berdasarkan putusan MA tahun 2024 No. 258 K./TUN/2024 september 2024, secara yuridis sudah mempunyai kekuatan hukum mengikat.
kaitan dengan asas Erga Omnes, asas ini menegaskan putusan PTUN mengikat tidak hanya para pihak yang berperkara, tetapi pihak-pihak lain yg berada diluar sengketa atau secara umum.
NAMUN diluar sengketa secara umum adalah pada PERSOALAN YANG MUNGKIN MUNCUL DIMASA DEPAN, dan bukan pada Putusan pejabat tata usaha negara sebelumnya, HUKUM TIDAK BOLEH BERLAKU SURUT, karena salah satu ciri asas legalitas hukum tidak boleh berlaku surut.
Putusan PTUN atas gugatan Theresia Kaunang adalah bulan September 2024 sedangkan pengangkatan dekan FKM adalah tahun 2023 dan pengangkatan WR3 bulan juni 2023 JADI TIDAK ADA KETERKAITAN HUKUM DENGAN PUTUSAN TERSEBUT dan asas erga omnes telah keliru ditafsirkan, karena asas ini pada perbuatan masa kini dan akang datang;
Dapat juga di jelaskan dan dipertegas kembali berdasarkan pasal 1 ayat 1 UU no. tahun 2023 ttg KUHP bahwa asas LEGALITAS ditegaskan salah satu unsur bahwa hukum tidak boleh berlaku surut, karena putusan TUN berkaitan dengan putusan tentang soal publik maka setiap putusan TUN seperti putusan pada Nova Kapantow tidak boleh berlaku pada Dekan FKM dan wakil rektor tiga karena asas yg berlaku hukum tidak boleh berlaku mundur atau surut dan asas erga omnes hanya berlaku secara umum pada putusan yg mengikat saat diputus dan masa yang akan datang tidak boleh surut;
asas lain juga putusan TUN sifatnya NON ULTRA PETITA Artinya putusan hakim tidak boleh MELEBIHI yang dimintakan penggugat, penggugat dalam hal ini Theresia Kaunang tidak memasukkan dalam gugatan soal dekan FKM sehingga sangat jelas TIDAK ADA HUBUNGAN HUKUM ANTARA DEKAN FKM DENGAN PUTUSAN TUN soal Dr theresia kaunang HANYA MENGIKAT SESUAI APA YANG DIMINTA,” jelas Pinasang.
red