Beri ‘Kuliah’ ke Ratusan Kades se-Minsel Liando Ingatkan Soal Netralitas di Pilkada

AMURANG, SorotanNews.com — Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsrat Ferry Liando mengingatkan jajaran kepala desa untuk menjaga netralitas pada pilkada serentak 2024. Pesan itu diungkapkan Liando saat menjadi Narsum rapat koordinasi yang digelar Bawaslu Minsel dengan melibatkan 177 kepala desa dan 10 lurah se Kabupaten Minahasa Selatan, Senin (11/11) siang tadi Hotel Sutanraja Amurang.

Menurut Akademisi yang juga merupakan putra Malola Kumelembuai Minsel itu ada sejumlah alasan penting kenapa kepala desa atau hukumtua harus bersikap netral pada kontestasi pilkada. Termasuk di dalamnya soal larangan normatif yang kemudian di atur dalam undang-undang pilkada. Liando dalam pemaparannya menyebut bahwa pasal 71 ayat 1 UU 10 Tahun 2016 menyebutkan bahwa
Kepala desa atau sebutan lain lurah, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Pelanggaran atas ketentuan tersebut akan dikenai sanksi pidana. Kemudian pasal 29 huruf J disebut kepala desa dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.


“Dua pasal ini menekankan bahwa kepala desa wajib netral dalam Pilkada,” urainya.


Putra kelahiran Desa Malola itu menjelaskan alasan mengapa kepala desa harus netral.


Pertama bahwa salah satu asas pilkada adalah adil. Jika kepala desa berpihak pada salah satu calon, maka asas keadilan akan hilang. Kepala desa memiliki kewenanagan besar di desa. Calon yang lain di bantu tapi calon yang lain tidak.
Alasan kedua tugas utama kepala desa adalah pelayanan publik. Keikut sertaan kepala desa pada pemenangan calon tentu terugama pada jam kantor tentu akan menganggu tugas-tugas pelayanan publik.

Kualitas pelayanan publik juga akan terganggu manakalah pemberian bantuan sosial pemerintahan lebih memprioritaskan masyarakat yang memiliki dukungan yang sama dengan kepala desa. Masih di temukan banyak masyarakat yang harusnya wajib untuk di bantu lewat bansos. Tapi namanya tidak tercatat sebagai penerima. Penyebabnya karena perbedaan dukungan politik saat pilkada.


Alasan ketiga adalah fungsi kepala desa sebagai pemersatu masyarakat dan mediator. Proses pilkada kerap memicu konflik akibat perbedaan pilihan. Untuk memediasi adanya potensi konflik maka peran kepala desa sebagai mediator/penengah sangat di butuhkan. Namun jika kepala desa sudah berpihak pada salah satu calon maka akan sulit baginya untuk menjadi mediator yang netral.

Diketahui selain Liando tampil juga Narsum lainya yang merupakan kegiat kepemiluan nasional yakni Radyam Syam. Kegiatan yang menghimpun ratusan hukumtua atau kepala desa itu dibuka langsung Ketua Bawaslu Minsel Eva Keintjem. (dou)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *