Sulut, PELOPORBERITA.ID — Belum genap sehari menjabat sebagai Direktur Utama RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, Prof. Dr. Starry Rampengan kembali menuai sorotan.
Sejumlah pegawai rumah sakit mengungkapkan adanya dugaan korban pasien akibat belum optimalnya penanganan medis karena fasilitas yang dibutuhkan belum tersedia hingga saat ini.
Alat bedah yang tidak ada bulan lalu sehingga ada korban, hingga saat inipun alat bor kepala untuk operasi, belum diadakan oleh manajemen, padahal DPR sudah turun tangan, akibatnya ada korban baru lagi.
“Pasien diduga tidak tertangani secara optimal karena alat operasi yang dijanjikan sejak lama belum juga tersedia, padahal alat itu sangat vital,” ujar salah satu pegawai yang enggan disebutkan namanya demi alasan keamanan.
Kondisi ini semakin mengundang tanda tanya, apalagi dalam jajaran direksi baru tetap terdapat nama lama seperti dr. Wega Sukanto, yang kembali menduduki posisi Direktur Medik dan Keperawatan.
Menurut sumber internal rumah sakit, dr. Wega dinilai mengetahui persis kekosongan alat-alat di ruang operasi, namun hingga kini belum menunjukkan upaya konkret dalam mengatasi persoalan tersebut.
Kritik terhadap jajaran pimpinan baru pun mencuat dari internal.
Sejumlah pegawai menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap kapasitas dan independensi para pejabat yang dinilai lebih mementingkan kepentingan pusat ketimbang kebutuhan nyata di lapangan.
“Banyak yang bilang dr. Wega ini bermental ABS ‘asal bapak senang’.
Lebih sibuk menyenangkan petinggi pusat daripada memperjuangkan kesejahteraan dan kebutuhan kami di sini,” ucap seorang pegawai.
“dr. Wega bukan putra daerah. Mengapa tidak ambil putra daerah? Tanya para pegawai
Padahal banyak yang lebih berkompeten untuk menjabat dibandingkan dr. Wega,” kata para pegawai RS.
Tak sampai disitu, sorotan pun juga diarahkan pada latar belakang Prof. Starry.
Seorang akademisi dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) yang juga meminta anonimitas, mempertanyakan dasar pengangkatan Prof. Starry sebagai Dirut.
“Masih ada persoalan yang belum tuntas di Kemendiktisaintek, termasuk ada pemeriksaan beberapa bulan lalu terdapat temuan yang kabarnya sempat masuk ke Unsrat namun tidak ditindaklanjuti,” ungkapnya.
Akademisi tersebut menduga ada potensi konflik kepentingan di balik penunjukan ini, menyebut nama-nama pejabat internal Kementerian yang dinilai “bermain” dalam proses seleksi.
Melalui pemberian rekomendasi padahal tidak layak untuk diusung, apalagi bukan pegawai vertikal Kemenkes.
Pegawai vertikal masih banyak yang jauh lebih baik kompetensinya dibandingkan pejabat yang jadi tersebut.
“Apakah surat temuan dalam pemeriksaan itu sengaja ditahan oleh oknum?
Apakah ini murni profesionalisme atau ada intervensi kekuasaan? Ataukah politik uang yang berbicara?
Ini harus dijelaskan secara terbuka kepada publik,” tegasnya.
Kondisi ini menambah daftar panjang problematika RSUP Kandou, yang seharusnya menjadi rumah sakit rujukan dan simbol pelayanan kesehatan berintegritas di Kawasan Timur Indonesia.
Penunjukan pimpinan, apalagi dalam situasi kritis pelayanan publik, semestinya mempertimbangkan rekam jejak, integritas, dan kesiapan mengelola sistem kesehatan secara menyeluruh.
“Kami para pegawai memprediksi RS Kandou akan lebih bobrok, di depan mata, apalagi jika politik uang yang bermain maka tentunya oknum tersebut akan mengejar balik modal jika sudah banyak rupiah dipertaruhkan demi jabatan tersebut.” Tutup para pegawai
Upaya konfirmasi/klarifikasi kepada pihak terkait melalui pesan WhatsApp hinggah saat ini belum ada tanggapan resmi, sehingga berita ini diterbitkan.
Berita ini ditulis dengan tetap menjunjung tinggi asas keberimbangan, serta mengedepankan hak jawab dari pihak-pihak terkait sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Redaksi mengingatkan bahwa setiap pihak yang disebut dalam pemberitaan ini berhak memberikan klarifikasi dan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999. (TIM)