Kekacauan Berdarah di PETI Nibong Tewaskan 3 Nyawa, LSM JARI: Penutupan Hanya Seremoni, Bupati Harus Bertanggung Jawab

Blog93 Dilihat

MITRA, PELOPORBERITA.ID | Viral di media sosial, kekacauan di lokasi Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Nibong kembali berujung tragedi. Tiga nyawa melayang di kawasan yang masuk wilayah Hutan Lindung Megawati, Minahasa Tenggara. Peristiwa ini memicu kemarahan publik dan sorotan tajam terhadap sikap serta tanggung jawab pemerintah daerah.

LSM Jurnalis Aktivis Rakyat Indonesia (JARI) melalui Ketua Umum Johan Lintong menyayangkan keras terjadinya insiden berdarah tersebut dan secara tegas meminta Bupati Minahasa Tenggara Ronald Kandoli bertanggung jawab atas tragedi yang merenggut nyawa manusia itu.

Menurut Johan Lintong, kejadian ini tidak dapat dilepaskan dari fakta bahwa pada 18 November lalu, atau sekitar sebulan sebelum tragedi berdarah ini, Bupati Minahasa Tenggara Ronald Kandoli bersama rombongan turun langsung ke lokasi PETI Nibong. Dalam kunjungan tersebut, pemerintah daerah bersama aparat kepolisian memasang palang penghentian aktivitas pertambangan ilegal dan menyatakan lokasi tersebut ditutup.

Aksi penutupan pada 18 November itu sempat dipublikasikan luas dan diklaim sebagai bentuk keseriusan pemerintah daerah dalam menertibkan aktivitas PETI di kawasan hutan lindung.

Namun realitas hari ini justru berbanding terbalik.

“Kalau lokasi itu sudah ditutup sebulan lalu, lalu hari ini terjadi pembunuhan yang menewaskan tiga orang di tempat yang sama, maka publik berhak menilai penutupan itu hanya seremoni dan pencitraan, tanpa komitmen pengawasan dan penindakan berkelanjutan,” tegas Johan Lintong.

Ia menilai pembiaran terhadap kembalinya aktivitas PETI di kawasan hutan lindung merupakan bentuk kelalaian serius yang berujung pada kekacauan dan konflik berdarah.

“Ini bukan sekadar kecelakaan. Ini akibat dari lemahnya komitmen penegakan hukum dan pengawasan. Pemerintah daerah tidak bisa cuci tangan ketika nyawa rakyat menjadi korban,” lanjutnya.

LSM JARI menegaskan bahwa sebagai kepala daerah, Bupati Minahasa Tenggara memiliki tanggung jawab moral dan administratif untuk memastikan kawasan hutan lindung benar-benar steril dari aktivitas ilegal. Ketika penutupan hanya berhenti pada pemasangan palang tanpa pengawasan lanjutan, maka tragedi seperti ini hanya tinggal menunggu waktu.

Tragedi di PETI Nibong menjadi pengingat pahit bahwa ketika penegakan hukum dan pengawasan hanya dijadikan panggung pencitraan, nyawa manusia yang akhirnya menjadi taruhan.

Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *