LSM INAKOR Laporkan Dugaan Korupsi Proyek SPAM 2024, Desak Kejari Minahasa Awasi Anggaran Rp50 Miliar di 2025

Blog110 Dilihat

SULUT, PELOPORBERITA.ID – Gelombang kritik terhadap pengelolaan proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) kembali menguat. 

Perkumpulan LSM Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR) Sulawesi Utara secara resmi melayangkan laporan dugaan tindak pidana korupsi proyek SPAM Tahun Anggaran 2024 ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Minahasa, pada Kamis 25 September 2025.

Laporan itu menyoroti pelaksanaan proyek di Desa Lotta, Kecamatan Pineleng, yang hingga kini dianggap bermasalah dan tidak memberi manfaat maksimal bagi masyarakat.

Ketua DPW LSM INAKOR Sulut, Rolly Wenas, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab moral masyarakat sipil dalam mengawal anggaran publik.

“Kami menemukan indikasi penyimpangan baik dari aspek fisik maupun proses tender. 

Jika dibiarkan, ini berpotensi merugikan keuangan negara sekaligus mengorbankan hak masyarakat atas air bersih,” tegas Wenas.

Dalam laporan INAKOR, terdapat sederet temuan krusial, antara lain:

•Pekerjaan tidak selesai tepat waktu, padahal kontrak bersifat tahun tunggal.

•Sambungan pipa tidak rampung, bahkan masih ada pipa menumpuk di lokasi proyek.

•Kerusakan jalan akses warga akibat galian pipa tidak diperbaiki secara maksimal.

•Teknik pemasangan sambungan pipa bermasalah, hanya ditempel ke pipa lama (coak), yang dinilai tidak sesuai standar teknis.

•Fungsi proyek belum tercapai, sehingga layanan air bersih ke masyarakat belum optimal.

Selain aspek teknis, proses tender juga dinilai janggal. 

Dua perusahaan peserta tender memasukkan penawaran yang hampir identik dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). 

Namun, penawar terendah justru digugurkan dengan alasan teknis, sehingga proyek dimenangkan oleh penyedia dengan harga lebih tinggi.

INAKOR menilai praktik ini sarat indikasi persekongkolan tender yang bertentangan dengan prinsip persaingan sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dan Perpres 16/2018 jo. 12/2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Keputusan memenangkan penyedia dengan harga lebih mahal dinilai menyebabkan selisih anggaran yang merugikan keuangan negara. 

Analisis INAKOR mengaitkan dugaan ini dengan pasal-pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, meliputi:

•Pasal 2 dan 3: perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang.

•Pasal 22: dugaan persekongkolan dalam proses tender.

INAKOR juga mengingatkan agar proyek SPAM Tahun Anggaran 2025, dengan alokasi Rp50 miliar, tidak mengulangi kesalahan yang sama.

“Belajar dari kasus 2024, Kejari Minahasa harus proaktif mengawasi agar tidak ada ruang bagi praktik penyimpangan. 

Proyek sebesar ini menyangkut kebutuhan dasar masyarakat, jangan sampai kembali jadi ajang bancakan anggaran,” ujar Wenas.

Sebagai langkah serius, laporan INAKOR tidak hanya ditujukan ke Kejari Minahasa, tetapi juga Presiden RI, Jaksa Agung, KPK, BPK, dan DPR RI.

Hal ini menegaskan bahwa pengawasan terhadap proyek strategis seperti SPAM bukan sekadar isu lokal, melainkan menyangkut kepentingan nasional dalam pelayanan dasar publik.

Kasus SPAM 2024 di Minahasa menunjukkan pola klasik dugaan korupsi proyek infrastruktur, pekerjaan tidak tuntas, kualitas dipertanyakan, hingga tender yang terindikasi rekayasa. 

Dengan masuknya proyek baru 2025 bernilai Rp50 miliar, sorotan publik kian tajam.

Apakah Kejari Minahasa akan berani menindaklanjuti laporan ini atau justru membiarkannya menjadi “proyek keringat rakyat yang berubah jadi ladang bancakan elit”? Waktu akan menjawab. RED

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *