“Sarung Tangan Besi” BPKAD Talaud: Dicurigai Jadi Otak Skema Korupsi Keuangan Daerah 2024

Blog12 Dilihat

SULUT, PELOPORBERITA.ID — Setelah melayangkan laporan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Talaud Tahun Anggaran 2024, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR) kembali memberikan penekanan tajam terhadap peran krusial Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). 

Menurut INAKOR, BPKAD, sebagai entitas yang bertanggung jawab penuh terhadap administrasi dan akuntabilitas keuangan daerah, diduga kuat menjadi sentra dari skema korupsi yang terstruktur dan masif. 

Desakan keras pun dilayangkan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara agar segera melakukan penyelidikan mendalam dan menetapkan para pihak terkait sebagai tersangka.

• Peran Strategis BPKAD dan Dugaan Pelanggaran Kewenangan

Ketua DPW LSM INAKOR, Rolly Wenas, dalam wawancara lanjutan menegaskan bahwa temuan BPK yang menjadi dasar laporan mereka secara spesifik menyoroti sejumlah kejanggalan yang mustahil terjadi tanpa kolusi aktif dari BPKAD.

“BPKAD memiliki fungsi sentral dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan APBD. Ketika terjadi manipulasi target pendapatan yang tidak realistis dan penggunaan dana earmark di luar peruntukan, maka dapat dipastikan bahwa Kepala BPKAD dan jajarannya terlibat secara langsung. Mereka yang memiliki locus standi dan mens rea untuk merekayasa data dan menyalahgunakan wewenang,” ungkap Rolly.

Lebih lanjut, Rolly memaparkan bahwa dugaan pelanggaran yang dilakukan BPKAD meliputi:

• Manipulasi Anggaran: BPKAD diduga sengaja menyusun APBD 2024 dengan target pendapatan yang tidak realistis, menciptakan “ruang fiskal fiktif” yang kemudian digunakan untuk menganggarkan belanja yang tidak sesuai. Tindakan ini disinyalir sebagai upaya untuk mengelabui publik dan BPK.

• Penyalahgunaan Dana Earmark: Dana earmark atau dana yang telah ditentukan peruntukannya (seperti Dana Alokasi Khusus/DAK) diduga digunakan oleh BPKAD untuk menutupi defisit belanja operasional, suatu tindakan yang jelas melanggar peraturan perundang-undangan.

• Penggelapan Pembayaran Pihak Ketiga: Terdapat indikasi kuat bahwa BPKAD, melalui Bendahara Umum Daerah (BUD), menahan pembayaran kepada pihak ketiga, seperti PT. MAP, yang telah menyelesaikan pekerjaan proyek jalan. “Gagal bayar dan utang belanja yang tidak diakui adalah modus klasik. Dana pembayaran itu diduga dialihkan untuk kepentingan lain atau bahkan ditarik secara ilegal oleh oknum tertentu,” tegas Rolly.

Desakan Hukum dan Konsekuensi Pidana

Melihat kompleksitas dan sistematisnya dugaan tindak pidana korupsi ini, INAKOR mendesak Kejati Sulut untuk segera mengambil langkah konkret. 

“Kami meminta Kejati untuk tidak hanya mengumpulkan bukti-bukti formil, tetapi juga melakukan investigasi yang menyeluruh. 

Panggil dan periksa Kepala BPKAD Kabupaten Talaud beserta jajarannya. Mereka adalah kunci untuk membongkar skema ini secara total,” kata Rolly.

INAKOR yakin bahwa perbuatan-perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. 

Dugaan pelanggaran ini juga dapat dikaitkan dengan Pasal 8 (penggelapan dalam jabatan) dan Pasal 12 huruf e (penyalahgunaan wewenang) dari undang-undang yang sama. 

Sanksi pidana yang diancamkan dalam pasal-pasal tersebut sangat berat, termasuk pidana penjara seumur hidup dan denda miliaran rupiah.

Penegasan dari INAKOR ini menandakan bahwa laporan mereka bukan sekadar tuduhan tanpa dasar, melainkan sebuah analisis tajam yang berfokus pada aktor-aktor sentral dalam pengelolaan keuangan daerah. 

Publik kini menunggu respons dan tindakan tegas dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara untuk mengusut tuntas dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara ini demi terciptanya tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel di Kabupaten Talaud. RED

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *