Sulut, PELOPORBERITA.ID — Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut) merespons pernyataan pers dan surat terbuka dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) INAKOR Sulut yang ditujukan kepada Kepala Kejati Sulut perihal “Urgensi Penuntasan Kasus Dana Hibah GMIM: Jangan Biarkan Tersangka Bebas Demi Hukum”, tertanggal 30 Mei 2025.
Melalui siaran pers resmi, Kejati Sulut menegaskan bahwa proses hukum terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara kepada Sinode GMIM Tahun Anggaran 2020–2023 tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Kejaksaan memastikan tidak ada upaya memperlambat atau mengulur proses hukum, apalagi melindungi para tersangka.
Menurut Kejati Sulut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menerima lima berkas perkara dari penyidik pada tanggal 15 Mei 2025 (tahap I).
Setelah dilakukan penelitian, ditemukan bahwa berkas tersebut masih memiliki kekurangan secara formil maupun materiil, sehingga belum memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.
JPU kemudian mengirimkan surat pemberitahuan (P-18) kepada penyidik pada 20 Mei 2025, dan secara resmi mengembalikan lima berkas perkara tersebut pada 27 Mei 2025 disertai dengan petunjuk yang tertuang dalam dokumen P-19.
Langkah ini merupakan prosedur yang sah dan normatif dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
“Pengembalian berkas perkara adalah hal biasa dalam proses pra-penuntutan untuk memastikan semua unsur pidana terpenuhi dan alat bukti lengkap,” ujar Kasipenkum Kejati Sulut Januaris Bolitobi.
Kejati Sulut menjelaskan bahwa kewenangan JPU untuk mengembalikan berkas perkara kepada penyidik diatur dalam sejumlah regulasi, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
• Pasal 14 butir (b): “Penuntut Umum mempunyai wewenang mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik”
• Pasal 138 ayat (1): “Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, ia segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum.”
• Pasal 138 ayat (2) KUHAP: “Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.”
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
• Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983: “Penuntut umum menyerahkan berkas perkara kepada pengadilan negeri apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan.”
• Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983: “Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan belum lengkap, ia mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik dengan disertai petunjuk untuk dilengkapi.”
3. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pedoman Penuntutan
• Peraturan ini, meskipun lebih fokus pada pedoman penuntutan, secara implisit mengatur prosedur dan alasan pengembalian berkas perkara oleh JPU dalam rangka melengkapi persyaratan formil dan materiil penuntutan. Di dalamnya akan diatur lebih detail mengenai batas waktu dan tata cara pengembaliaan berkas perkara.
Langkah pengembalian lima berkas perkara ini dilakukan demi memastikan kejelasan unsur pidana dan kekuatan alat bukti sebelum diajukan ke persidangan.
Hal ini juga menjadi bentuk sinergi antara JPU dan penyidik agar penanganan perkara tidak cacat hukum dan tidak membuka celah bebas demi hukum bagi para tersangka.
“Komitmen Kejati Sulut adalah penegakan hukum yang objektif dan profesional, tanpa intervensi,” tegas Januaris
Kejati Sulut menghargai perhatian publik dan peran kontrol dari masyarakat sipil termasuk LSM INAKOR.
Namun, institusi penegak hukum ini menegaskan bahwa proses hukum harus berjalan berdasarkan mekanisme dan regulasi yang telah ditetapkan, bukan desakan atau tekanan.
Kejaksaan juga mengimbau semua pihak untuk memberikan ruang kepada aparat penegak hukum dalam menuntaskan proses penyidikan dan penuntutan secara tuntas, adil, dan sesuai koridor hukum. (IOP)