MITRA, PELOPORBERITA.ID – Aktivitas tambang emas ilegal di kawasan Puncak Alason, Kecamatan Ratatotok, Minahasa Tenggara, yang diduga dikelola oleh seorang wanita bernama Satria Abraham, kini menuai sorotan tajam publik. Pasalnya, lokasi pertambangan tanpa izin ini berada tepat di sisi kiri dan kanan badan jalan menuju Desa Moreah, dan nyaris memutus akses vital masyarakat.(18/5/2025)
Jalan berlumpur dan rusak parah menjadi bukti bahwa kegiatan penambangan telah berlangsung cukup lama, tanpa pengawasan berarti dari pihak berwenang. Masyarakat kini hidup dalam kekhawatiran jika tidak segera ditangani, jalan penghubung utama bisa amblas sewaktu-waktu.
Tidak hanya S A yang menjadi sorotan di lokasi tambang Alason. Dari informasi yang dirangkum, salah satu boss yang memiliki lokasi Peti cukup besar adalah Inal Supit alias (IS). Bahkan menurut informasi yang bisa dipercaya yang meminta namanya di rahasiakan, ada 5 alat berat yang setiap hari membongkar tanah dan batu di Alason
Indikasi Pelanggaran Berat
Penambangan Tanpa Izin (PETI) merupakan pelanggaran serius yang tak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan publik dan menimbulkan kerugian ekonomi besar. PETI juga tidak menerapkan prinsip pertambangan berkelanjutan, memicu konflik horizontal, dan berdampak negatif secara sosial.
Pantauan langsung di lapangan menunjukkan aktivitas alat berat masih terus berlangsung. Tumpukan tanah dan bukaan lahan besar menunjukkan bahwa operasi ini berskala besar. Sejumlah sumber menyebut seorang pria bernama Inal Supit juga turut berperan sebagai pengendali operasi tambang tersebut bahkan memiliki bak rendaman yang cukup besar
“Ini bukan sekadar soal tambang, ini soal keselamatan warga. Kalau dibiarkan, jalan bisa runtuh kapan saja,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dan minimnya tindakan dari aparat penegak hukum.
Mandeknya Penegakan Hukum
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tindakan konkret dari pihak kepolisian maupun pemerintah daerah. Padahal, aktivitas ini secara terang-terangan telah melanggar sejumlah aturan perundang-undangan, antara lain:
UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan kegiatan pertambangan memiliki izin sah.
PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur tata kelola teknis dan legalitas tambang.
Ketiadaan tindakan tegas menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen dan keberanian aparat dalam menindak pelaku tambang ilegal.
Kerugian Negara Mencapai Triliunan
Aktivitas PETI di Ratatotok bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga menimbulkan kerugian finansial besar bagi negara dan masyarakat, di antaranya:
- Hilangnya pendapatan pajak dan royalti, karena pelaku tambang ilegal tidak menyetorkan kewajibannya kepada negara.
- Minimnya manfaat ekonomi lokal, sebab masyarakat sekitar tidak terlibat secara formal dan hanya menjadi penonton di tanahnya sendiri.
Pemerhati lingkungan dan hukum mendesak agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera turun tangan. Jika dibiarkan, tidak hanya ekosistem yang rusak, tetapi juga kepercayaan publik terhadap supremasi hukum akan benar-benar runtuh.
Akhiri Pembiaran, Tegakkan Hukum
Kasus tambang ilegal di Puncak Alason merupakan ujian nyata bagi integritas aparat penegak hukum di Minahasa Tenggara. Jika negara kalah oleh kekuasaan dan kepentingan ekonomi sempit, maka keselamatan rakyat dan masa depan lingkungan akan menjadi korban berikutnya.
(Tim Nina)