Manado — peloporberita.id — Pemilihan Dekan Fakultas Kedokteran serta Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) kembali menuai sorotan.
Proses seleksi yang seharusnya berlangsung transparan kini diwarnai berbagai dugaan intervensi dan kejanggalan administrasi.
Di Fakultas Kedokteran, pemilihan dekan dijadwalkan berlangsung pada 26 Februari dengan agenda rapat senat terbuka untuk pemaparan visi-misi para kandidat, disusul rapat senat tertutup untuk pemilihan dekan.
Dari 14 dosen yang memenuhi syarat untuk maju, hanya tiga kandidat yang lolos seleksi:
- Dr. Carla Kairupan
- Dr. Billy Keppel
- Dr. Erwin Kristanto
Namun, sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya mempertanyakan proses seleksi ini.
Pasalnya, ada kandidat yang tidak termasuk dalam daftar 14 dosen yang memenuhi syarat.
Yang lebih menarik perhatian, salah satu kandidat, Dr. Billy Keppel (BK), masih menjabat sebagai Wakil Rektor 4.
Pertanyaan pun bermunculan. Mengapa seorang wakil rektor tiba-tiba mencalonkan diri sebagai dekan, sebuah posisi yang secara hierarki berada di bawahnya?
Mengapa pula pencalonan ini mendapat izin dari rektor, padahal dalam pemilihan tahun lalu BK justru dikeluarkan tanpa alasan yang jelas?
Dalam rapat senat pada 21 Februari, polemik ini menjadi perbincangan.
Panitia pemilihan beralasan bahwa BK tidak masuk dalam daftar awal karena masih menjabat sebagai Warek 4.
Namun, alasan ini dinilai janggal oleh beberapa pihak.
Apakah pencalonan ini merupakan skenario yang telah disusun sebelumnya?
Jika BK terpilih sebagai dekan, maka jabatan Warek 4 akan kosong.
Lantas, siapa yang akan menggantikannya? Apakah ini bagian dari strategi rektor untuk menempatkan orang-orang tertentu di posisi strategis?
Tak hanya di Fakultas Kedokteran, proses pemilihan dekan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan juga disorot.
Salah satu kandidat dikabarkan memiliki kedekatan dengan rektor, sehingga muncul dugaan bahwa proses seleksi tidak berlangsung secara adil.
Menurut sumber yang sama, rektor disebut-sebut sengaja “mendroping” calon tertentu di kedua fakultas agar memiliki kendali penuh atas kebijakan dan proyek-proyek di Unsrat.
Jika benar demikian, apakah senat fakultas sekadar menjadi alat yang mengikuti kehendak rektor tanpa keberanian untuk bersikap independen?
Sumber yang menghubungi media ini juga mempertanyakan sikap senat fakultas yang terkesan pasif.
Mengapa mereka membiarkan dugaan intervensi ini terjadi?
Apakah mereka merasa terintimidasi atau justru mendapatkan keuntungan dari keputusan-keputusan rektor?
Sebagai lembaga akademik yang seharusnya menjunjung tinggi independensi dan transparansi, proses pemilihan dekan di Unsrat justru dikelilingi oleh isu-isu yang mencederai integritas.
Jika dugaan ini benar, maka bukan hanya kredibilitas rektor yang dipertanyakan, tetapi juga masa depan universitas sebagai lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi teladan bagi para mahasiswa.
Publik Sulawesi Utara kini menanti, apakah pemilihan ini akan berlangsung adil atau sekadar formalitas yang sudah diatur sejak awal?
Akankah ada keberanian dari para senator untuk berdiri di atas kebenaran, atau mereka hanya akan menjadi bagian dari sistem yang tunduk pada tekanan?
Sumber tersebut juga menegaskan bahwa “Kepemimpinan unsrat saat ini merupakan fakta buruk sepanjang sejarah Unsrat karena diwarnai dengan politik praktis, sehingga independensi, kemandirian, integritas merosot dan sirna.
Tidak bisa menjadi contoh, pola anutan yang bisa diadopsi oleh para mahasiswa.
Tak putus-putusnya rektor melakukan hal nyeleneh dan merasa tak berdosa.
Rektor mengatakan bahwa tidak melakukan intervensi dalam pildek tapi sudah bukan lagi menjadi rahasia umum bahwa ‘BK’ di fakultas kedokteran dan wulur di fakultas perikanan merupakan dropingan Rektor.
Jika masih ada dropingan-dropingan, maka pildek hanya formalitas yang ditiadakan saja karena tidak berguna lagi.
Akankah rektor berlaku adil untuk 35 persen suara?
Jelas jika sudah terintimidasi ‘maka para senator yang keberanian tipis bagai tisue akan takut jika bersebrangan dengan rektor dan akhirnya akan mengikuti rektor’.
Berkali kali panitia pildek dan senat fakultas kedokteran Unsrat seperti kerbau, tidak tegas, tidak punya pendirian dan terseret dalam arus pelanggaran aturan.
Benarkah Rektor tidak melakukan intervensi dalam pildek di fakultas kedokteran dan fakultas perikanan kelautan?
Masyarakat sulut sedang menonton. Dari berbagai pelanggaran yang dilakukan Rektor.
Tak pantas menjadi panutan bagi adik adik mahasiswa, karena menjadi contoh buruk.
Pildek kedua fakultas tersebut kuat dugaan diwarnai kecurangan dan intervensi rektor.
Banyak staf pengajar berkomentar sebaik apapun kebohongan tersimpan, suatu saat akan terbongkar.
Kebohongan pertama akan melahirkan kebohongan kebohongan lain yang akan menyebabkan seseorang kehilangan jati diri dan kemuliaannya.
Kebohongan mungkin dapat menyelamatkan sementara, tapi akan menimbulkan masalah yang lebih besar nantinya.
Kebohongan bisa menipu, tapi kebenaran selalu menang pada akhirnya dan kebohongan telah mengawali kehancurannya,” tegas Sumber tersebut.
Hanya waktu yang akan menjawab. Namun satu hal yang pasti, kebenaran mungkin bisa disembunyikan sementara, tapi pada akhirnya, ia akan menemukan jalannya sendiri.
Saat awak media mengonfirmasi terkait berita ini juru bicara Unsrat Mner Philip dan Mner Max Rembang belum memberikan tanggapannya hingga berita ini diterbitkan.
Adapun media ini masih menunggu respon resmi dari pihak terkait untuk memberikan klarifikasi dalam berita lanjutan, terimakasih.
ICAN.P