MANADO – peloporberita.id Advokasi penolakan reklamasi Pantai Malalayang kembali mencuat setelah hasil investigasi yang dilakukan oleh tim investigasi Media Pelopor Berita, mengungkap dugaan ketidakberesan dalam proses pendampingan yang dilakukan oleh beberapa aktor penting.
Warga Kampung Baru, Malalayang, yang terlibat dalam penolakan reklamasi pantai merasa kecewa karena merasa ditinggalkan di tengah perjuangan.
Menurut hasil investigasi, advokasi yang dilakukan terhadap warga yang menolak reklamasi pantai di Minanga, Malalayang, diduga dimanipulasi oleh oknum intelektual dari Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) yang dikenal dengan sapaan Mner Oda, nama akrab dari Rignolda Djamaluddin.
Oda, yang merupakan dosen aktif di UNSRAT dan juga Ketua LSM Yayasan Kelola serta Ketua Asosiasi Nelayan Tradisional (ANTRA) Sulut, diduga menggunakan pengaruhnya untuk menggerakkan warga melakukan penolakan, namun meninggalkan mereka saat menghadapi penangkapan massal oleh pihak kepolisian Resort Kota Manado.
Warga Kampung Baru menuturkan bahwa pada awalnya, Mner Oda aktif dalam mengadakan konsolidasi dan pertemuan untuk mendidik mereka melakukan perlawanan terhadap proyek reklamasi.
Pertemuan-pertemuan itu berlangsung di sekitar Kampung Baru dan Poltekes Malalayang.
Bahkan, pihak luar seperti LSM KIARA dari Jakarta juga dilibatkan.
Warga menyebutkan bahwa Ibu Susan dari LSM KIARA perna hadir untuk memberikan semangat perjuangan dan membagikan buku-buku tentang advokasi lingkungan.
Namun, masalah muncul ketika warga Kampung Baru dan masyarakat adat Bantik ditangkap oleh pihak kepolisian.
Warga mengungkapkan bahwa pada saat penangkapan, Mner Oda tidak hadir dan sama sekali tidak memberikan pendampingan hukum yang dijanjikan.
“Dimana Mner Oda, dimana LSM Yayasan KIARA dan Komnas HAM yang pernah datang mengambil foto dan video kami, membakar semangat juang kami untuk tetap berjuang menolak reklamasi Pantai Malalayang?
Apakah foto dan video kami hanya dijadikan laporan ke Internasional Funding untuk memperkaya lembaga-lembaga sekelas LSM KIARA, LSM Kelola, dan LSM ANTRA?” keluh seorang warga yang sempat ditahan.
Dugaan penyalahgunaan wewenang semakin kuat ketika warga mengetahui bahwa Mner Oda menggunakan posisinya sebagai ASN aktif untuk menggerakkan warga melakukan penolakan terhadap proyek reklamasi tersebut.
Bahkan, mobil plat merah milik Universitas Sam Ratulangi yang digunakan Oda untuk keperluan advokasi disorot karena melanggar Pasal 5 PP 94/2021 tentang kewajiban ASN untuk tidak menyalahgunakan wewenang atau menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, dan bekerja sama dengan Pihak asing tanpa ijin.
Selama proses pendampingan, warga juga menyebutkan bahwa Mner Oda kerap meminta dokumentasi berupa foto dan video dari kegiatan pertemuan warga dan aksi penolakan.
Dokumentasi tersebut kemudian dikirimkan ke Komnas HAM dan jejaring lainnya seperti LSM KIARA.
Namun, setelah penangkapan warga, Mner Oda dan LSM terkait tidak lagi menunjukkan dukungan apapun, meskipun warga telah menyampaikan pesan langsung mengenai kondisi mereka di penjara.
Kekecewaan warga semakin dalam ketika mereka mendapati informasi dari para aktivis dari Jakarta bahwa LSM-LSM yang terlibat telah mendapatkan dana besar dari International Funding namun meninggalkan mereka di tengah perjuangan.
Salah satu warga menyatakan, “Setelah mungkin mendapatkan donor dengan nominal miliaran, mereka membiarkan masyarakat berjuang sendiri dan akhirnya dipenjara.”
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terkait integritas dan transparansi dalam proses advokasi yang melibatkan aktor-aktor LSM dan ASN.
Warga Kampung Baru yang awalnya optimis dengan perjuangan melawan reklamasi pantai kini merasa dikhianati dan ditinggalkan tanpa kejelasan.
Dari tim investigasi Media menyatakan bahwa hasil investigasi ini akan terus didalami untuk memastikan ada tindak lanjut terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama advokasi reklamasi Pantai Malalayang.
Kasus pembiaran warga yang menolak reklamasi yang di lakukan Mner Oda ini juga pernah di beritakan media Manado Post pada bulan Agustus 2024. “Kita tidak boleh membiarkan masyarakat yang tidak berdosa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu,” ujar salah satu tim investigasi.
Pihak Universitas Sam Ratulangi maupun Mner Oda sendiri belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan ini, namun publik menantikan klarifikasi lebih lanjut terkait dugaan penyalahgunaan wewenang ini.
Kasus ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya advokasi yang berintegritas serta mendukung warga hingga proses penyelesaian yang adil.
**CM