Minahasa, PELOPOBERITA.ID — Bangunan RSUD Sam Ratulangi Tondano berdiri megah dan telah rampung secara fisik.
Namun ironisnya, rumah sakit kebanggaan masyarakat Minahasa itu hingga kini belum juga beroperasi secara optimal.
Ketiadaan sarana dan alat kesehatan membuat fasilitas yang dibangun dengan dana negara tersebut belum mampu melayani pasien, memicu sorotan pedas pegiat anti korupsi.
Ketua LSM INAKOR Sulawesi Utara, Rolly Wenas, menilai kondisi tersebut sebagai potret buruk tata kelola perencanaan dan penganggaran sektor kesehatan.
Ia menegaskan, pembangunan rumah sakit seharusnya tidak berhenti pada penyelesaian fisik semata, melainkan harus dibarengi dengan kesiapan operasional agar manfaatnya segera dirasakan masyarakat.
“RSUD Sam Ratulangi Tondano sudah selesai dibangun, bahkan sudah dikunjungi Wakil Menteri Kesehatan RI.
Artinya, ini bukan isu kecil atau administratif, tapi persoalan serius yang sudah menjadi perhatian pemerintah pusat,” tegas Rolly kepada wartawan, Rabu (17/12/25).
Menurutnya, kunjungan Wakil Menteri Kesehatan justru menegaskan adanya masalah nyata di lapangan.
Hingga kini, rumah sakit tersebut belum dapat memberikan pelayanan kesehatan maksimal karena sarana penunjang dan alat kesehatan belum tersedia secara memadai.
Rolly mempertanyakan kualitas perencanaan dan sinkronisasi anggaran antara pembangunan fisik dan pengadaan alat kesehatan.
Ia menilai, kondisi ini berpotensi menabrak prinsip pengelolaan keuangan negara yang menuntut efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas dalam setiap penggunaan APBD maupun APBN.
“Belanja publik wajib menghasilkan manfaat nyata dalam waktu yang wajar.
Kalau bangunan rumah sakit selesai tapi tidak bisa dipakai, di mana letak efektivitasnya?” ujarnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa bangunan rumah sakit yang dibiarkan tidak beroperasi dalam waktu lama berisiko mengalami penurunan kualitas prasarana.
Jika kelak alat kesehatan tersedia namun bangunan memerlukan perbaikan ulang, maka negara kembali dibebani anggaran tambahan yang sejatinya bisa dicegah.
“Ini membuka potensi inefisiensi anggaran. Jangan sampai uang rakyat habis dua kali hanya karena perencanaan yang tidak terintegrasi sejak awal,” katanya.
Atas dasar itu, Rolly Wenas mendesak aparat penegak hukum,Kepolisian, Kejaksaan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan evaluasi dan penyelidikan sesuai kewenangan masing-masing, terutama pada aspek perencanaan, penganggaran, dan pengawasan proyek RSUD Sam Ratulangi Tondano.
Ia menegaskan, desakan tersebut bukan bertujuan menghakimi pihak tertentu, melainkan untuk menjaga akuntabilitas penggunaan uang rakyat serta memastikan proyek pelayanan publik benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat.
“Rumah sakit dibangun untuk melayani rakyat, bukan sekedar menjadi monumen proyek. Aparat perlu memastikan tidak ada pemborosan dan kesalahan tata kelola yang dibiarkan,” tandasnya.
Rolly berharap kasus RSUD Sam Ratulangi Tondano menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah maupun pusat agar ke depan pembangunan fasilitas kesehatan direncanakan secara matang, terintegrasi, dan berorientasi penuh pada pelayanan publik, bukan hanya mengejar serapan anggaran dan penyelesaian fisik bangunan. Red






