Sulut, PELOPORBERITA.ID — Proyek pembangunan Christian Center yang dibiayai dari Dana Alokasi Umum (DAU) Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara kembali tuai sorotan publik.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulut mengungkap temuan mengejutkan atas dua paket pekerjaan yang berada di bawah tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Daerah Provinsi Sulut, yang saat ini dipimpin oleh Kepala Dinas Deasy Paat.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun Anggaran 2024, BPK menyatakan adanya kekurangan volume pekerjaan yang signifikan, baik pada paket pekerjaan Mekanikal, Elektrikal, dan Plumbing (MEP) maupun paket Arsitektur Christian Center.
Total kelebihan pembayaran yang teridentifikasi mencapai Rp1.425.631.893,48.
Berikut rincian pekerjaan bermasalah yang menjadi temuan BPK wilayah Sulawesi Utara:
1. Paket MEP Christian Center:
Dikerjakan oleh KSO Pgh-Byd berdasarkan kontrak senilai Rp23,27 miliar. Meskipun pekerjaan telah dinyatakan selesai 100% sesuai berita acara serah terima (BAST) tertanggal 31 Oktober 2024, pemeriksaan BPK menunjukkan adanya volume pekerjaan yang tak sesuai.
2. Paket Arsitektur Christian Center:
Dikerjakan oleh PT RMA dengan nilai kontrak sebesar Rp38,52 miliar. BPK menemukan kekurangan volume pekerjaan senilai Rp678,4 juta (sebelum PPN), meskipun pembayaran telah dilakukan penuh sesuai SP2D dan BAST tertanggal 27 November 2024.
Temuan ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan adendumnya, serta dokumen kontrak proyek yang menegaskan bahwa pembayaran hanya dapat dilakukan atas pekerjaan yang benar-benar telah terpasang.
Menanggapi adanya temuan tersebut, Ketua LSM INAKOR Sulut, Rolly Wenas, angkat bicara. Ia mendesak agar aparat penegak hukum segera turun tangan.
“Kami menduga bahwa ini bukan sekedar kelalaian administratif.
Ini sudah mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi.
Dana miliaran rupiah dari rakyat tidak boleh diselewengkan begitu saja,” ujar Wenas tegas.
Ia juga menyinggung pentingnya pengawasan terhadap proyek-proyek strategis daerah, apalagi proyek ini membawa embel-embel “pusat keagamaan,” yang seharusnya menjadi contoh integritas dan transparansi.
“Kita jangan lupa, Presiden Prabowo Subianto dalam program Asta Cita menekankan pentingnya tata kelola anggaran yang bersih untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Jangan biarkan proyek bermasalah seperti ini merusak kepercayaan rakyat,” tambahnya.
Meski pihak penyedia dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dikabarkan telah menyatakan kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan kekurangan volume pekerjaan, INAKOR menilai hal ini tidak cukup.
Investigasi hukum yang objektif dan transparan tetap diperlukan untuk mengungkap apakah praktik ini merupakan kelalaian atau bagian dari pola sistemik.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Dinas PUPR Provinsi Sulut terkait temuan BPK tersebut.
Berita ini disusun berdasarkan dokumen pemeriksaan resmi lembaga negara.
Redaksi tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan membuka ruang klarifikasi kepada pihak-pihak yang disebutkan. (RED)