SULUT, PELOPORBERITA.ID – Pulau Bangka adalah sebuah pulau kecil yang terletak di Propinsi SULUT (Sulawesi Utara) di Kabupaten Minahasa Utara dengan luas 1.536.400 Hektar dan terdapat 4 (Empat) Desa didalamnya, yakni Lihunu, Libas, Kahuku, dan Ehe.
Di Pulau kecil inilah Kita dapat temui Tambang Biji Besi PT. MMP (Mikro Metal Perdana) yang telah ditolak keras Masyarakat dan beberapa Aktivis Lingkungan hidup, tapi masih saja beroperasi.
Sudah jelas tertulis didalam UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu, pemberian hak kepada Masyarakat untuk mengusulkan penyusunan rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan, serta rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau kecil; pengaturan mengenai izin lokasi dan izin pengelolaan kepada setiap orang dan masyarakat hukum adat, masyarakat lokal dan masyarakat tradisional yang melakukan pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; pengaturan pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan disekitarnya; serta pemberian kewenangan kepada Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dengan tertulisnya UU Nomor 1 Tahun 2014 tersebut dan terkait Tambang Bijin Besi di Pulau Bangka yang masih terus beroperasi sampai sekarang ini nyata telah merusak ekosistim dan biota laut lainnya yang adalah sumber mata pencarian masyarakat Pulau Bangka yakni sebagai Nelayan, maka Ketua FPL (Forum Peduli Lingkungan) Sulawesi Utara (SULUT) Juent Myhard mengecam keras kehadiran PT. MMP.
” Tidak ada lagi kompromi dalam penolakan terhadap pertambangan ini, Kami memperjuangkan keadilan bagi Masyarakat Pulau Bangka. Kehadiran perusahaan tambang biji besi PT. MMP bukan hanya ancaman bagi lingkungan, tetapi juga ancaman bagi kehidupan dan mata pencaharian masyarakat lokal. Tidak ada tawar menawar dalam penolakan Kami,” jelas Juent Myhard dengan nada tegas.
Diketahui bersama penolakan akan kehadiran PT. MMP di Pulau Bangka sejak tahun 2011, kontroversi terus bermunculan dengan janji-janji kesejahteraan dari pihak industri tambang. Penentang tambang menyoroti dampak lingkungan yang serius yang mengakibatkan pencemaran air dan tanah serta hilangnya keanekaragaman hayati.
“Harusnya berpikir dulu dan melihat efek jangka panjang yang akan terjadi dengan kehadiran tambang biji besi di Pulau Bangka, kerusakan yang terjadi tidak bisa diperbaiki dengan uang. Ingat, kehidupan dn ekosistim yang hilang akan berdampak pada Kita semua,” ucap Ketua FPL Sulut.
FPL Sulut dan Masyarakat Pulau Bangka sangat berharap Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya segera menindak lanjutan penolakan ini. Mereka mendesak perhatian serius terhadap dampak lingkungan dan sosial yang akan timbul jika proyek tambang biji besi ini terus beroperasi.
Tujuan dari penolakan PT. MMP adalah bagian dari perjuangan besar untuk melindungi keindahan dan keutuhan Pulau Bangka dari ancaman eksploitasi pengrusakan alam khusunya didaerah wilayah pesisir pantai.
“Kami berjanji dengan semangat yang tak pernah padam, Masyarakat dan aktivis akan terus berjuang demi masa depan yang lebih baik bagi Pulau Bangka yang tercinta,” tutup Juent dengan kalimat berapi-api.
NINA