SANGIHE, PELOPORBERITA.ID — Kapal hibah bernilai Rp120 miliar dari Kementerian Pertahanan yang seharusnya menjadi aset kebanggaan dan tulang punggung transportasi laut di Kabupaten Kepulauan Sangihe, kini berubah menjadi rongsokan terapung di Pelabuhan Manado.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) wilayah Sulawesi Utara menemukan bahwa pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Operasional (KSO) antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe dan PT DOI atas pemanfaatan KM Bawangung Nusa tidak sesuai ketentuan, dan bahkan berpotensi merugikan daerah.
Temuan ini mengungkap sederet kejanggalan fatal, mulai dari tidak tercatatnya kapal eks KRI Karang Unarang-985 dalam neraca aset daerah tahun 2024, hingga dugaan penjualan sepihak kapal oleh oknum PT DOI pada tahun 2024.
Ironisnya, kapal tersebut sejatinya telah diserahkan sebagai hibah dari Kementerian Pertahanan kepada Pemkab Sangihe sejak tahun 2010, namun kini kondisinya nyaris karam dan tak bisa lagi digunakan.
Kerja sama KSO yang ditandatangani pada Desember 2010 memberikan hak kelola kepada PT DOI selama 30 tahun tanpa pembagian hasil kepada Pemkab selama 15 tahun pertama, sebagai kompensasi investasi awal.
Namun kenyataannya, sejak pelayaran perdana pada Agustus 2015, KM Bawangung Nusa hanya sempat beroperasi beberapa bulan saja sebelum akhirnya mogok total karena persoalan teknis dan mahalnya biaya operasional.
BPK menilai Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe gagal menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap pemanfaatan aset ini.
Bahkan ketika kapal sudah terbengkalai sejak November 2015, tidak ada langkah konkret dari Pemkab untuk mengevaluasi kerja sama tersebut.
Justru, ketika diminta memperbaiki kapal oleh Bupati tahun 2018, PT DOI menolak dengan alasan sedang menggugat pihak ketiga, yang akhirnya gugatan tersebut kandas di Mahkamah Agung pada 2023.
Paling mencengangkan, terungkap bahwa kapal yang menjadi Barang Milik Daerah (BMD) itu diduga dijual secara sepihak oleh pihak PT DOI.
Kini Pemkab Sangihe baru sibuk melakukan upaya hukum pidana dan perdata, setelah “kereta sudah jauh dari rel”.
Dalam kacamata hukum, kondisi ini jelas melanggar Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Mulai dari kewajiban pengamanan, pemeliharaan, hingga evaluasi pemanfaatan aset, semuanya diabaikan.
Bahkan isi perjanjian KSO sendiri yang menegaskan bahwa pemeliharaan, perbaikan, hingga pengasuransian kapal adalah tanggung jawab PT DOI, juga tidak pernah ditindaklanjuti dengan pengawasan yang tegas.
Laporan Pansus DPRD juga menguatkan bahwa kapal ini telah menjadi bangkai terapung tanpa fungsi sejak 2015.
Tidak hanya mangkrak, kapal kini menjadi simbol kelalaian tata kelola aset daerah dan lemahnya peran pejabat terkait dalam melindungi kekayaan negara di daerah.
BPK mendesak agar Pemkab Kepulauan Sangihe mengambil langkah cepat dan mutlak, termasuk menyelidiki kemungkinan kerugian negara akibat dugaan pelanggaran kerja sama ini.
Rakyat menuntut kejelasan, siapa yang akan bertanggung jawab atas kapal ratusan miliar yang kini tinggal nama?
“Ini bukan sekeder kapal, ini simbol dari kegagalan manajemen aset dan ketidakberanian pejabat daerah melawan pelanggaran,” kata salah satu pemerhati kebijakan publik Sulawesi Utara.
Saat ini semua mata tertuju pads Pemkab Sangihe dan aparat penegak hukum.
Apakah kasus ini akan berujung pada pertanggungjawaban hukum?
Atau KM Bawangung Nusa akan tetap menjadi bukti nyata pembiaran dan kerugian publik yang tak pernah digubris? IOP